Malam-malam Lelap


Bisa kurasakan setiap tetes waktu merayap lambat. Setiap detik seperti kerikil yang jatuh ke dalam genangan air, menciptakan riak-riak kecil yang perlahan menghilang. Begitulah hidup ini. Sebuah penantian, bukan untuk kebahagiaan yang konon dijanjikan di bumi, melainkan untuk sebuah ketenangan.


​Kala itu, pagi datang tanpa semburat jingga, dan malam tiba tanpa bintang-bintang yang berkedip. Dalam kesunyian seperti itu, aku merenungi semua. Tuhan, tidak pernah Ia menjanjikan kebahagiaan di dunia ini. Ia menyimpannya, membungkusnya dalam paket yang hanya akan terbuka di surga. Kebahagiaan sejati, kata mereka, adalah hadiah bagi hamba-Nya yang berhasil melewati labirin kehidupan.


​Jadi, apa yang tersisa untuk kita di dunia yang fana ini? Ketenangan. Sebuah rasa damai yang tidak bisa dibeli, tidak bisa diwariskan, dan tidak bisa dipamerkan. Ketenangan itu bagai sungai yang mengalir di bawah permukaan, tidak terlihat, tetapi kehadirannya bisa dirasakan.


​Tidak semua orang beruntung. Ketenangan itu tidak datang pada semua orang. Ada yang memiliki harta melimpah, rumah megah, dan mobil-mobil mewah, tetapi jiwanya kering kerontang. Mereka berjalan di atas permadani sutra, tetapi jiwanya telanjang. Kebahagiaan yang mereka kejar hanyalah fatamorgana. Mereka berlari, mengejar bayangan yang semakin jauh, padahal yang mereka butuhkan adalah berhenti dan membiarkan ketenangan menemukan mereka.


​"Ketenangan bukanlah sebuah tempat, tetapi sebuah keadaan jiwa. Ia tidak ditemukan di luar, melainkan dibangun dari dalam. Kamu bisa memiliki segalanya di dunia, tetapi jika kamu tidak memiliki ketenangan, kamu tidak akan pernah memiliki apa-apa."

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.