Sungguh, di antara kalimat-kalimat terindah yang mengiringi janji suci pernikahan adalah doa yang diajarkan oleh Rasulullah “Barakallahu laka, wa baraka ‘alaika, wa jama’a bainakuma fii khoir.”
Ini bukan sekadar untaian kata, melainkan sebuah filosofi utuh tentang janji hidup berdua.
Dari sekian makna yang terkandung dalam doa indah ini, cukup satu yang akan kubahas.
Dalam bahasa Arab, terdapat kekayaan makna yang tersembunyi. Perhatikanlah dua kata kuncinya: “laka” dan “’alaika”. Keduanya secara harfiah dapat diartikan “atasmu” atau “bagimu”. Namun, maknanya terpisah sejauh langit dan bumi.
”Laka” merujuk pada segala hal yang bersifat baik, membahagiakan, lapang, dan menenangkan. Ini adalah rahmat yang kita terima dengan senyum dan syukur.
Sebaliknya, “’Alaika” digunakan untuk merujuk pada segala hal yang bersifat sulit, sempit, musibah, dan pertengkaran.
Ketika Nabi Muhammad mengajarkan doa ini memohon keberkahan “laka” (dalam kebaikan) dan keberkahan “’alaika” (dalam kesulitan). Beliau sedang melukiskan potret pernikahan yang sakral.
Pernikahan bukanlah negeri dongeng yang hanya dipenuhi tawa dan sinar mentari. Ini adalah sebuah perjalanan sejati yang mengharuskan kita mengarungi lautan dengan badai dan ombak tenang.
Doa ini mengajarkan kita sebuah penerimaan yang mendalam.
Keberkahan “laka”: Saat pasanganmu mencapai puncak karir, saat tawa anak-anakmu memenuhi rumah, saat kesehatan memayungi hari-harimu, itulah keberkahan dalam kelapangan yang harus kita syukuri bersama.
Keberkahan “’alaika”: Saat musibah datang mengetuk pintu, saat perbedaan pendapat berubah menjadi pertengkaran, saat salah satu dari kalian terpuruk dalam duka, di sinilah letak keberkahan sejati yang lain.
Keberkahan dalam kesulitan adalah kekuatan untuk saling menggenggam, kesabaran untuk memaafkan, dan komitmen untuk tetap bertahan saat dunia terasa runtuh.
Pernikahan yang sejati adalah ketika dua jiwa berdiri berdampingan dan berkata, “Aku menerima engkau bukan hanya yang ‘laka’ darimu (tawa dan bahagiamu), tetapi juga yang ‘alaika’ darimu (dukacita dan kesulitanmu). Aku menerima keberkahan dalam kelapangan, dan aku pun siap menerima keberkahan dalam ujian.”
Karena hanya dengan menerima suka pun duka, janji suci ini bisa menjadi “wa jama’a bainakuma fii khoir”, dan menyatukan kalian berdua dalam kebaikan, selamanya.



0 komentar:
Posting Komentar
Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.